Oleh Fadhil ZA
Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.” (At Taubah 51)
Didalam Al Qur’an banyak sekali ayat yang memerintahkan kita agar bertawakkal pada Allah. Salah satunya adalah surat At Taubah ayat 51 seperti disebutkan diatas. Orang beriman yakin dan percaya bahwa tidak ada satu kejadianpun yang menimpa dirinya melainkan dengan izin dan kehendak Allah. Semua kejadian yang menimpa dirinya adalah berdasarkan kehendak dan ketetapan Allah atas dirinya , apa yang tidak dikehendaki Allah mustahil terjadi dan menimpa dirinya.
Orang yang beriman yakin bahwa Allahlah yang melindungi seluruh kehidupannya dari kejahatan sekalian mahluk ciptaanNya. Mereka bertawakal dan menyerahkan seluruh hidupnya dalam naungan dan lindungan Allah. Mereka tidak ragu sedikitpun akan perlindungan dan pertolongan Allah pada diri mereka.
Dari segi bahasa, tawakal berasal dari kata ‘tawakala’ yang memiliki arti; menyerahkan, mempercayakan dan mewakilkan. Seseorang yang bertawakal adalah seseorang yang menyerahkan, mempercayakan dan mewakilkan segala urusannya hanya kepada Allah SWT.
Sedangkan dari segi istilahnya, tawakal didefinisikan oleh beberapa ulama salaf, yang sesungguhnya memiliki muara yang sama. Diantara definisi mereka adalah:
1. Menurut Imam Ahmad bin Hambal.
- Tawakal merupakan aktivias hati, artinya tawakal itu merupakan perbuatan yang dilakukan oleh hati, bukan sesuatu yang diucapkan oleh lisan, bukan pula sesuatu yang dilakukan oleh anggota tubuh. Dan tawakal juga bukan merupakan sebuah keilmuan dan pengetahuan. (Al-Jauzi/ Tahdzib Madarijis Salikin, tt : 337)
2. Ibnu Qoyim al-Jauzi
- “Tawakal merupakan amalan dan ubudiyah (baca; penghambaan) hati dengan menyandarkan segala sesuatu hanya kepada Allah, tsiqah terhadap-Nya, berlindung hanya kepada-Nya dan ridha atas sesuatu yang menimpa dirinya, berdasarkan keyakinan bahwa Allah akan memberikannya segala ‘kecukupan’ bagi dirinya…, dengan tetap melaksanakan ‘sebab-sebab’ (baca ; faktor-faktor yang mengarakhkannya pada sesuatu yang dicarinya) serta usaha keras untuk dapat memperolehnya.” (Al-Jauzi/ Arruh fi Kalam ala Arwahil Amwat wal Ahya’ bidalail minal Kitab was Sunnah, 1975 : 254)
Sikap tawakal dalam kehidupan sehari hari.
Dikisahkan bahwa ada seseorang yang baru datang dari luar kota menemui Rasulullah. Beliau menanyakan apakah ontanya sudah diikat (di parkir secara benar dan dikunci). Orang itu menjawab: Tidak ya Rasulullah, saya tawakkal saja kepada Allah. Rasul lalu menegurnya; (jangan begitu), ikat dulu untamu secara benar, baru engkau bertawakkal kepada Allah. Dari hadis itu dapat difahami bahwa kepercayaan kepada Allah sebagai Yang Maha Kuasa , Maha Pengatur dan Maha Penentu tidak mengurangi professionalitas dan rasionalitas usaha.
Banyak orang yang salah memahami tawakal dalam kehidupan sehari hari, mereka mengharapkan sesuatu tanpa ada usaha sedikitpun mendapatkan apa yang diinginkannya itu. Ini adalah sikap tawakal yang salah kaprah. Bertawakal itu diujung usaha. Kita harus berusaha semaksimal mungkin kemudian baru bertawakal dan berserah diri pada Allah.
Nabi Musa dan pengikutnya ketika dikejar Firaun tidaklah berdiam diri begitu saja, mereka berlari menyelamatkan diri bersama Musa . Namun malang tak dapat ditolak mujur tak dapat diaraih tiba tiba mereka dihadapkan pada situasi yang sulit. Didepan mereka laut menghadang, sementara dibelakang mereka Firaun dengan balatentaranya siap untuk menangkap dan menyiksa mereka. Mereka tidak tahu lagi apa yang akan diperbuat, mereka bertawakal dan berserah diri pada Allah. Kemudian Allah memerintahkan Musa untuk memukulkan tongkatnya ke permukaan laut. Tiba tiba laut itu terbelah, dan dihadapan mereka terbentang jalan yang luas untuk melarikan diri. Demikianlah Allah menolong ornag yang berserah diri padaNya. Merekapun lari menyelamtakan diri melalui lorong yang terbentuk ditengah laut itu. Setela sampai diseberang, Musa pun kembali memukulkan tongkatnya ke permukaan laut . maka tiba tiba laut itupun bertaut kembali menenggelamkan Firaun bersama para pengikutnya.
Ikuti prosedur yang berlaku, kemudian bertawakallah pada Allah, niscaya Allah akan mendatangkan pertolongan dengan cara yang tidak dapat diduga sebagaimana disebutkan dalam surat At Thalaq ayat 2-3:
Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. 3. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (At Thalaq 2-3)
Kita harus selalu berusaha untuk patuh dan mengikuti berbagai prosedur yang ada ,berusaha semaksimal mungkin dalam usaha kita . Namun dalam menolong dan menyelamlatkan kita Allah tidak terikat pada semua aturan yang berlaku. Seperti apa yang dialami nabi Musa beserta pengikutnya diatas. Nabi Musa dan pengikutnya harus berusaha semaksimal mungkin menyelamatkan diri dari kejaran Firaun, namun ketika mereka sudah terpojok pada posisi sulit, Allah tidak terikat dengan berbagai aturan untuk menolong mereka. Ketika Musa memukulkan tongkatnya kepermukaan laut , maka laut itu terbelah membentuk sebuah jalan bagi Mjusa dan pengikutnya. Ini adalah kejadian yang tidak masuk akal. Demikianlah cara Allah menyelamatkan hamba hambaNya.
Demikian pula cara orang beriman mengatasi berbagai masalah kehidupan, ketika mereka sakit merekapun berobat sesuai prosedur yang berlaku, kemudian bertawakal pada Allah. Mereka mencari rezeki dengan berniaga, bekerja, menjual jasa, dan lain sebagainya kemudian mereka berserah diri pada Allah. Mereka tidak berdiam diri berpangku tangan begitu saja untuk mendapatkan rezeki dari Allah.
Allah menjamin rezeki orang yang selalu berusaha dan bertawakal padaNya sebagaimana yang dikisahkan oleh Umar bin Khattab ra bahwa ia pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda :
- ‘Sekiranya kalian benar-benar bertawakal kepada Allah SWT dengan tawakal yang sebenar-benarnya, sungguh kalian akan diberi rizki (oleh Allah SWT), sebagaimana seekor burung diberi rizki; dimana ia pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar, dan pulang di sore hari dalam keadaan kenyang ” …. (HR. Ahmad, Turmudzi dan Ibnu Majah).
Tidak dibenarkan ketika ditimpa suatu penyakit kemudian berdiam diri pasrah dan bertawakal pada Allah tanpa ada usaha sedikitpun untuk berobat. Mengharapkan kekayaan atau kesuksesan namun hanya berdiam diri dirumah tanpa usaha sedikitpun. Itu adalah tawakal salah kaprah.
Melatih sikap tawakal
Sikap tawakal tidak akan muncul begitu saja dalam diri seseorang. Sikap itu akan muncul dan tertanam dalam diri seseoang melalui latihan , pengalaman dan waktu yang lama. Sikap tawakal adalah masalah hati. Tidak mudah untuk bersikap ikhlas dan berserah diri pada Allah.
Hati manusia selalu dirongrong oleh rasa cemas, takut, was was, bimbang , ragu yang selalu ditiupkan syetan kedalam hati manusia. Kita harus sanggup mengalahkan semua perasaan tersebut. Jika berbagai sifat dan perasaan tersebut masih bercokol dihati kita , sulit bagi kita untuk bertawakal pada Allah.
Shalat yang dilakukan dengan benar dan khusuk dapat membantu menghilangkan berbagai rasa cemas, takut, bimbang, ragu seperti tersebut diatas. Ayat dan kalimat yang dibaca dalam shalat jika dipahami dan dimengerti maksudnya berisi motivasi dan nasehat yang dapat menghilangkan semua sifat tersebut. Namun jika shalat dilakukan secara asal asalan tanpa mengerti makna dan maksud ayat yang dibaca , berbagai sifat buruk tersebut tidak akan bisa hilang.
Kalimat dzikir seperti tasbih, hamdalah, tahlil, hasbalah, yang dibaca didalam hati dengan sungguh sungguh dan penuh keyakinan juga dapat membersihkan hati dari sifat buruk tersebut. Membaca Qur’an setiap hari dengan memahami setiap ayat yang dibaca (membaca dengan terjemahannya), juga dapat membersihkan hati dari berbagai penyakit tersebut diatas.
Pengalaman sukses dan berbagai pertolongan yang didapat secara menakjubkan dari Allah akan menimbulkan keyakinan yang sempurna pada diri setiap orang. Ada tiga tahap ilmu yang didapat seseorang, pertama ilmalyakin yaitu ilmu yang didapat berdasarkan pengetahuan yang didapat dari mendengar atau cerita dari orang lain. Kedua adalah ainalyakin yaitu ilmu yang didapat dari melihat pengalaman atau kejadian luar biasa yang dialami seseorang. Ia menyaksikan sendiri bagaimana Allah menolong orang yang bertawakal keluar dari kesulitan yang dialaminya. Yang ketiga adalah haqulyakin yaitu pengetahuan yang didapat dari pengalamannya sendiri, ia merasakan sendiir bagaimana dahsyatnya pertoloingan Allah ketika ia bertawakal padaNya. Derajat ilmu tertinggi adalah haqulyakin ini.
Pertolongan Allah pada orang yang bertawakal
Ketika nabi Ibrahim dilemparkan kedalam api yang berkobar oleh orang musyrik penyembah berhala ia bertawakal dan menyerahkan dirinya pada Allah dengan sepenuh hati. Allah menyelamatkan nabi ibrahim dengan memerintahkan api agar menjadi dingin terhadap Ibrahim. Orang Musyrik penyembah berhala itu tercengang melihat Ibrahim keluar dari tumpukan bara api dengan selamat tanpa luka sedikitpun.
Ada sebuah kisah yang menarik dari seorang yang bernama Hatim Al-Asham.Suatu kali Hatim ingin menunaikan ibadah haji ke Baitullah.Ia pun mengumpulkan anak-anaknya dan berkata : “Saya akan pergi untuk menunaikan ibadah haji ke Baitullah.” Anak-anaknya berkata : “Siapa yang akan memenuhi kebutuhan kami ?”Akan tetapi, salah seorang puterinya berkata dengan penuh keyakinan : “Wahai ayah, silahkan ayah pergi dan sempurnakanlah ibadah haji ayah.Karena saya yakin, ayah bukan pemberi rezeki.”
Hatim pun pergi,selang beberapa hari makanan di rumah habis.Lalu seluruh keluarga datang kepada gadis bertakwa itu, dengan melontarkan cacian dan celaan.Kemudian gadis itu menyepi dan menautkan permohonannya kepada Rabbnya yang telah berfirman :
” Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah,Dia akan menjadikan jalan keluar baginya dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangka…
( QS, Ath-Thalaq (65) : 2 – 3 ).
( QS, Ath-Thalaq (65) : 2 – 3 ).
Demi Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, Dia tidak akan mengabaikan seorang yang bertakwa.Wujudkanlah takwa dan serahkan segala urusan kepada Raja.
Allah memenuhi permohonan si gadis.Pada saat yang bersamaan, pemimpin negeri itu sedang meninjau kondisi rakyatnya, ketika sampai di depan rumah Hatim, ia begitu didera rasa haus, yang hampir-hampir membunuhnya.Ia berkata kepada salah satu pengawalnya : “Carikan aku segelas air dingin.” Maka pengawal itu masuk ke rumah terdekat, yaitu rumah Hatim.Para penghuni rumah pun segera menyediakan gelas yang bersih dan air yang dingin.
Sang Raja meminum air yang disediakan, ia bertanya : “Rumah siapa ini ?”Mereka menjawab : “Milik Hatim Al-Asham.” Raja bertanya lagi : “Ia seorang yang shaleh ?” Mereka menjawab : “Benar”. Raja berkata : “Segala puji hanya milik Allah yang telah memberi kami minum dari rumah orang shaleh.Dimana dia sekarang, agar kita memberi salam kepadanya ?” Mereka menjawab : “Dia pergi untuk menunaikan ibadah haji ke Baitullah.” Raja berkata :” Kalau demikian, demi Allah, kita wajib mencukupi kebutuhan anggota keluarganya ketika dia tidak ada.”
Kemudian sang raja mengeluarkan sekantong uang emas dan melemparkannya ke rumah Hatim Al Asham.Akan tetapi Allah yang Maha Memberi Rezeki hendak memberikan tambahan rezeki yang lain, Dia gerakkan hati sang raja.Raja menoleh ke arah para prajuritnya dan berkata : ” Barangsiapa yang mencintaiku, hendaklah ia melakukan seperti tindakanku tadi “.Maka, masing-masing prajurit melemparkan semua harta yang mereka bawa, sebagai bentuk basa-basi kepada sang raja
Akhirnya rumah si gadis penuh dengan emas.Si gadis masuk ke kamarnya sambil menangis haru, saudara-saudaranya keluar mendengar tangisannya.” Kita telah menjadi manusia yang paling kaya.Seorang makhluk telah memandang ke arah kita sekali pandang, sehingga kita pun menjadi kaya, lantas bagaimana jika Sang Khalik yang memandang ke arah kita.
Dalam kitab Riyadhus Shalihin, dikisahkan cerita tentang perang Dzatur riqa’, ketika Rasulullah Saw sedang beristirahat di bawah sebuah pohon, sedangkan pedang beliau tergantung di pohon. Tiba-tiba datang seorang musyrikin yang mengambil pedang beliau sambil berkata, siapa yang dapat melindungimu dariku? Namun dengan sangat tenang Rasulullah Saw menjawab, “ Allah”. Setelah tiga kali bertanya, dan Rasulullah menjawab dengan mantab dengan jawaban yang sama, tiba-tiba pedang yang dipegang orang musyrik itu jatuh. Lalu Rasulullah Saw mengambil pedang tersebut seraya bertanya, sekarang siapakah yang dapat melindungimu dariku?
Kisah tersebut adalah sekelumit bagaimana seorang insan yang begitu yakin akan kekuasaan dan pertolongan yang diberikan kepadanya oleh Sang Pencipta. Ketika logika tidak dapat lagi menjelaskan tentang nasib seorang manusia, atau ketika usaha sudah maksimal dilakukan dan tidak ada lagi yang dapat dilakukan manusia untuk menghadapi masalahnya, maka di saat itulah seorang manusia pasti terbersit sebuah rasa kepasrahan dan harapan kepada Allah SWT Sang Pemilik Kuasa atas segala persoalan. Dan nyatanya Allah SWT selalu menunjukkan kebesaran-Nya dan tidak akan pernah meninggalkan hamba-Nya yang berpasrah diri kepada-Nya.
Demikianlah Allah selalu menolong orang yang bertawakal padaNya dengan cara yang tidak kita mengerti. Allah tidak terikat dengan berbagai aturan dan hukum alam dalam menolong hamba hambanya, ia maha kuasa atas segala sesuatu.
Sifat tawakal dan berserah diri pada Allah adalah kekuatan yang maha dahsayat dalam menghadapi berbagai masalah dan persoalah hidup, Allah telah menjajikan ini dalam surat Ali imran ayat 160:
Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal. (Ali Imran 160)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar